Sabtu, 07 Januari 2012

KURIKULUM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan tindakan dan perilaku mahasiswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya di alami oleh mahasiswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat mahasiswa memperoleh sesustu yang ada dilingkungan sekitar.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru berpangkal pada suatu kurikulum, dan dalam proses pembelajaran guru juga berorientasi pada tujuan kurikulum. Pada satu sisi guru adalah pengembang kurikulum, disisi lain guru adalah pembelajar siswa yang secara kreatif membelajarkan siswa sesuai dengan kurikulum sekolah. Hal itu memungkinkan bahwa dalam tugas pembelajaran dipersyaratkan agar guru memahami kurikulum.
B. Rumusan Masalah
  1. Apa itu kurikulum dan apa sajakah komponen-komponen yang ada di dalamnya?
  2. Apa saja peran guru dalam pengembangan kurikulum?
  3. Apa yang menjadi prinsip dan landasan-landasan dalam pembuatan kurikulum?
  4. Apa sajakah model-model dalam pengembangan kurikulum?
C. Tujuan
Dalam pembelajaran materi ini diharapkan:
  1. Mampu memahami arti kurikulum dan komponen-komponen yang ada di dalamnya..
  2. Memahami peran seorang guru dalam pengembangan kurikulum.
  3. Memahami prinsip dan landasan dalam pembuatan kurikulum
  4. Mengetahui serta memahami model-model dalam pengembangan kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum berasal dari bahasa Latin yang berarti “jalu pacu”, dan secara tradisional krikulum sekolah disajikan arti itu ibarat jalanbagi kebanyakan orang (Zais, 1976: 6). Beberapa pengertian kurikulum menurut Zais yaitu sebagai berikut:
1. Kurikulum sebagai program belajar
2. Kurikulum sebagai pelajaran
3. Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan
4. Kurikulum sebagai pengalaman di bawah tanggung jawab sekolah
5. Kurikulum sebagai suatu rencana (tertulis) untuk dilaksanakan
Sedangkan Tanner dan Tanner (1980) mengungkapkan konsep-konsep:
  1. Kurikulum sebagai pengetahuan yang diorganisasikan
  2. Kurikulum sebagai modus mengajar
  3. Kurikulum sebagai arena pengalaman
  4. Kurikulum sebagai pengalaman
  5. Kurikulum sebagai pengalaman belajar terbimbing
  6. Kurikulum sebagai kehidupan terbimbing
  7. Kurikulum sebagai suatu rencana pembelajaran
  8. Kurikulum sebagai system produksi secara teknologis
  9. Kurikulum sebagai tujuan
Secara sederhana, maka pengertian kurikulum dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Kurikulum sebagai jalan meraih ijasah. Pada pendidikan formalterdapat jenjang-jenjang pendidikan yang selalu berakhir dengan ijasah atau surat tanda tamat belajar (sttb). Jadi kurikulum merupakan jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran atau bidang studi dan isi pelajaran yang harus dilalui untuk meraih ijasah.
  2. Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran. Kurikulum sebagai jalan meraih ijasah mengisyaratkan adanya sejumlah mata pelajaran atau bidang studi dan isi pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa. Jika ditanya: apa kurikulumya? Sering dijawab bahwa kurikulumnya adalah pmp, bahasa indonesia, dan yang lain. Schubert (1986) mengemukakan bahwa penyebutan kuurikulum yang demikian sama halnya menyamakan kurikulum dengan mata pelajaran (soemantrie, 1988: 2). Orang sering menyebut bahwa isi pelajaran tertentu dalam program dikatakan sebagai kurikulum (zais, 1976: 7).
  3. Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran. Winecoff (1988) mendefinisikan kurikulum sebagai satu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses mengajar atau belajar di dalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau universitas dan para anggota stafnya. Alexander dan saylor (1974 dalam bondi dan wiles, 1989: 7) mendefinisikan kurikulum sebagai satu rancangan untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar agar mencapai tujuan.
  4. Kurikulum sebagai hasil belajar. Pophan dan baker mengemukakan bahwa kurikulum adalah semua rencana hasil belajar yang merupakan tanggung jawab sekolah. Adanya definisi ini mengubah pandangan penanggung jawab sekolah dari kurikulum sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan. Tanner dan tanner (1980: 43) memandang kurikulum sebagai rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang secara sistematis dikembangkan dengan bantuan sekolah, agar memungkinkan siswa menambah penguasaan pengetahuan dan pengalamannya.
  5. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Foshay mendefinisikan kurikulum sebagai semua pengalaman seorang siswa yang diberikan di bawah bimbingan sekolah (Tanner dan Tanner, 1989: 14). Jadi dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan pengalaman belajar mencakup pula tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan siswa di rumah.
B. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya.
1. Model Administratif (Line-Staff)
Model administratif atau garis-komando (line-staff) merupakan pola pengembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin yang paling dikenal. Model administrasi/garis komando memiliki langkah-langkah berikut ini:
a. Administrator pendidikan/top administrative officers (pemimpin) membentuk komisi pengarah.
b. Komisi pengarah (steering committe) bertugas merumuskan rencana umum, mengembangkan prinsip-prinsip sebagai pedoman, dan menyiapkan suatu pernyataan filosofi dan tujuan-tujuan untuk seluruh wilayah sekolah.
c. Membentuk komisi kerja pengembangan kurikulum yang bertugas mengembangkan kurikulum secara operasional mencakup keseluruhan komponen kurikulum dengan mempertimbangkan landasan dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
d. Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan bagian-bagian tertentu bila dianggap perlu.
2. Model Grass-Roots
Model pengembangan kurikulum ini merupakan kebalikan dari model administratif dilihat dari sumber insisiatif dan upaya pengembangan kurikulum.
Model pengembangan kurikulum grass-roots dapat mengupayakan pengembangan bagian komponen-komponen kurikulum dapat keseluruhan, dapat sebagian dari keseluruhan komponen kurikulum atau keseluruhan dari seluruh komponen kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum grass roots perlu diingat 4 (empat) prinsip berikut yang dikemukakan oleh Smith, Stanley dan Shores (1957 dalam Zais, 1976:149), yakni:
a. Kurikulum akan bertambah baik hanya kalau kompetensi profesional guru bertambah baik.
b. Komepetensi guru akan menjadi bertambah baik hanya kalau guruguru menjadi personil-personil yang dilibatkan dalam masalah-masalah perbaikan (revisi) kurikulum.
c. Jika para guru bersama menanggung bentuk-bentuk yang menjadi tujuan yang dicapai, dalam memilih, mendefinisikan, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, serta dalam memutuskan dan menilai hasil, keterlibatan mereka akan dapat lebih terjamin, dan
d. Sebagai orang yang bertemu dalam kelompok-kelompok tatap muka, mereka akan mampu mengerti satu dengan yang lain dengan lebih baik dan emmbantu adanya konsensus dalam prinsip-prinsip dasar, tujuan-tujuan dan perencanaan.
3. Model Beauchamp
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan model Beauchamp memiliki lima bagian pembuatan keputusan. Lima tahap pembuatan keputusan tersebut adalah:
a. Memutuskan arena pengembangan kurikulum, suatu keputusan yang menjabarkan ruang lingkup upaya pengembangan.
b. Memilih dan melibatkan personalia pengembangan kurikulum suatu keputusan yang menetapkan personalia upaya pengembangan kurikulum.
c. Pengorganisasian dan rosedur pengembangan kurikulum, dengan kegiatan.
d. Impleme ntasi kurikulum, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum seperti yang sudah diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan kurikulum.
e. Evaluasi kurikulum, yakni kegiatan yang memiliki 4 (empat) dimensi yang teridir dari (a) evaluasi guru-guru yang menggunakan kurikulum, (b) evaluasi rancangan kurikulum, (c) evaluasi hasil belajar pebelajar, dan (d) evaluasi sistem pengembangan kurikulum.
4. Model Arah Terbalik (Taba’s Inverted Model)
Menurut model Taba, pengembangan kurikulum dilaksanakan dalam lima langkah:
a. Membuat unit-unit percobaan (producing pilot units), yakni suatu kegiatan membuat eksperimen unit-unit percobaan melalui penyajian dalam tingkat/kelas tertentu dan pokok bahasan tertentu dengan pengamatan yang seksama.
b. Menguji unit-unit eksperimen (testing experimental units), yakni kegiatan untuk menguji ulang unit-unit yang telah digunakan oleh guru yang membuatnya di kelas guru itu sendiri, di kelas lain atau kelas yang berbeda.
c. Merevisi dan mengkonsolidasi, yakni kegiatan lanjutan uji-coba. Merevisi berarti mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pada unit yang dicobakan sehingga dapat disajikan suatu kurikulum umum untuk semua jenis kelas.
d. Mengembangkan jaringan kerja, yakni kegiatan yang dilakukan untuk lebih meyakinkan apakah unit-unit yang telah direvisi dan dikonsolidasikan dapat digunakan lebih luas atau tidak.
e. Memasang dan mendeseminasi unit-unit baru, yakni kegiatan untuk menerapkan dan menyebarluaskan unit-unit baru yang dihasilkan.
5. Model Rogers
Carl Rogers adalah seorang ahli psikologi yang berpandangan bahwa manusia dalam proses perubahan (becoming, developing, changing) yang mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri (Nana Sy. Sukmadinata,1988:184)
Model relasi interpersonal Roger terdiri dari empat langkah pengembangan kurikulum, yakni: (i) pemilihan satu sistem pendidikan sasaran, (ii) pengalaman kelompok yang intensif bagi guru, (iii) pengembangan suatu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau unit pelajaran, dan (iv) melibatkan orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif.
Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada rancangan pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengalaman kelompok intensif yang terpilih.
C. Komponen-Komponen Pengembangan Kurikulum
Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum seorang pengembang terlebih dahulu mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang dikemukakan Tyler (1950 dalam Taba,1962:422) bahwa: tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Herrick (1950 dalam Taba, 1962:425) mengemukakan 4 (empat) elemen yakni: tujuan (objektives), mata pelajaran (subject matter), metode dan organisasi (method and organization), dan evaluasi (evaluation). Sedangkan ahli yang lain mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4 (empat) komponen dasar (1) aims, golas, and objective, (2) content, (3) learning activities, dan (4) evaluations (Zais, 1976:295).
1. Tujuan
Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang pekasekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk seluruh program pendidikan (Zais,1976:297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena tidak ada satu pun aspek-aspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan.
Hierarki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan kurikulum tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (Pancasila) dan kebutuhan masyarakat tertuang dalam bangsa (Pancasila) dan keutuhan masyarakat tertuang dalam GHBN dan UU-SPN. Tujuan kelembagaan (tujuan institusional) merupakan tujuan yang menjabarkan tujuan pendidikan nasional, bersumber pada tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran/bidang studi dijabarkan dari tujuan kelembagaan.
Tujuan yang terbawah dari hierarki tujuan kurikulum di Indonesia adalah tujuan pengajaran, yakni suatu tujuan yang menjabarkan tujuankurikuler dan bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa.
Tujuan pengajaran terbagi menjadi dua macam, yakni tujuan umum pengajaran (TUP) dan tujuan khusus pengajaran (TKP).
2. Materi/Pengalaman Belajar
Fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua ari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais,1976:322).
Isi atau materi kurikulum adah semua pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata peajaran/bidang studi.
3. Organisasi
Perbedaan antara belajar di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara formal di sekolah.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen keempat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais,1976:369). Lebih lanjut Zais (1976:378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mencoba menantang untuk mengkodifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen.
D. Landasan-Landasan Pengembangan Kurikulum
Bondi Wiles (1989: 87) mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum yang terbaik adalah proses yang meliputi banyak hal yakni: kemudahan-kemudahan suatu analisis tujuan, rencana suatu program, penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan dan peralatan dalam evaluasi. Seperti yang tercantum dalam kurikulum SD, dalam landasan program dan pengembangan mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada tiga unsure yaitu: Nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya, fakta empiric yang tercerminn dari pelaksanaan kurikuklum, baik berdasarkan penilaian kurikulum, studi maupun survey lainnya, landasan teorimenjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotnya (Depdikbud, 1986: 1).
  1. Landasan Filosofis
Pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyaakat merupakan landasan filosofis penyelenggaraan pendidikan. Landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, system nilai, nilai kebaikan, keindahan dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat.
  1. Landasan Sosial-Budaya-Agama
Realitas sosial-budaya-agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum. Masyarakat diikat dan terikat oleh nilai-nilai individu yang menjadi pegangan hidup dalam interaksi di antara mereka. Nilai-nilai keagamaan berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut.
  1. Landasan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni
Perubahan masyarakat mencakup nilai yang disepakati oleh masyarakat tersebut. Sedangkan seluruh milai yang telah disepakati oleh masyarakat dapat pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi (Zais, 1976: 157). Menurut Daoed Joesoef (1982 dalam Raka Joni, 1983: 40) bahwa sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu: pikiran, logika dan kemauan, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah nilai-nilai yang bersumber dari pikiran dan logika, sedangkan seni bersumber dari perasaan(estetika).
  1. Landasan Kebutuhan Masyarakat
Adanya falsafah hidup, perubahan sosial budaya agama, perubahan iptek dalam suatu masyarakat akan nberubah pula kebutuhan masyarakat. Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain sebagian besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Salah satu landasan pengembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang dilayani melalui kurikulum yang dikembangkan.
  1. Landasan Pengembangan Masyarakat
Mungkin pada masyrakat tertentu perkembangan sangat lambat, tetapi masyarakat lainnya cepat (Nana Sy, Sukmadinata, 1988:66). Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, iptek dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Pengembangan masyarakat akan menuntut tersedianya proses pendidikan yang sesuai. Untuk menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rencananya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.
E. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa prinsip perkembangan kurikulum yang merupakan wadah yang menjiwai kurikulum tersebut. Pengembangan kurikulum tersebut menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang di dalam kehidupan sehari-hari atau menciptakan prinsip baru.
1. Prinsip Relevansi
Apabila pengembang kurikulum melaksanakan pengembangan kurikulum dengan memilih jabaran komponen-komponen kurikulum agar sesuai dengan berbagai tuntutan, maka pada saat itu ia sedang menerapkn prinsip relevansi pengembangan kurikulum. Relevansi berarti sesuai antara komponen tujuan, isi/pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi kurikulum, dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang diidealkan. Nana Sy. Sukmadinata (1988: 167-168) membedakan relevansi menjadi dua macam yakni relevansi keluar dan relevansi ke dalam. Relevansi keluar maksudnya tujuan, isi dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum heendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan dan pengembangan masyarakat. Relevansi ke dalam maksudnya terjalin relevansi diantara komponen-komponen kurikulum, tujuan, isi, proses penyampaian dan evaluasi.
2. Prinsip Kontinuitas
Komponen kurikulum yakni tujuan, isi belajar, organisasi dan evaluasi dikembangkan secara berkesinambungan . prinsip komunitas atau kesinambungan menghendaki pengembangan kurikulum yang berkesinambungan secara vertical dan secara horizontal. Berkesinambungan secara vertical dalam artian antara jenjang pendidikan yang satu dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikembangkan kurikulumnya secara berkesinambungan tanpa ada jarak diantara keduanya serta menuntut adanya kerjasama antara pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tinggi (Nana Sy. Sukmadinata, 1988: 168). Berkesinambungan secara horizontal dapat diartikan pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dan tingkat yang sama tidak terputus-putus dan merupakan pengembangan yang terpadu.
3. Prinsip Fleksibilitas
Para pengembangan kurikulum harus menyadari bahwa kurikulum harus mampu disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu yangn selalu berkembang tanpa merombak tujuan pendidikan yang harus dicapai (debdikbud, 1982: 27). Dari uraian sebelumya, jelas bahwa prinsip fleksibilitas menuntut adanya keluwesan dalam mengembangkan kurikulum tanpa mengorbankan tujuan yang hendak di capai. Namun demikian, keluwesan jangan diartikan bahwa kurikulum dapat dirubah kapan saja. Keluwesan harus diterjemahkan sebagai kelenturan melakukan penyesuaian-penyesuaian komponen kurikulum dengan setiap situasi dan kondisi yang selalu berubah.
F. Guru dan Pengembangan Kurikulum
Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi kurikulum, tapi banyak juga yang mengemukakan bahwa pembelajaran itu sendiri merupakan kurikulum sebagai aksi/kegiatan. Untuk memperjelas hubungan antara pembelajaran dan kurikulum dapat dilihat dari hakikat keduanya.
Hakikat pembelajaran diantaranya adalah:
1. Program pembelajaran yang dirancang dan diimplementasikan sebagai suatu system.
2. Kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan pengalaman belajar kepada pebelajar.
3. Kegiatan yang mengarahkan pebelajar kea rah pencapaian tujuan pembelajaran.
4. Kegiatan yang melibatkan komponen-komponen tujuan, isi pelajaran, system penyajiandan system evaluasi dalam realisasinya.
Hakikat kurikulum diantaranya adalah:
1. Kurikulum sebagai jalan meraih ijasah.
2. Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran
3. Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran
4. Kurikulum sebagai hasil belajar
5. Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Guru adalah orang yang tahu persis situasi dan kondisi diterapkannya kurikulum yang berlaku, guru juga bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar yang diinginkan (Raka Joni, 1993: 26). Sewajarnya gguru berperan optimal dalam pengembangan kurikulum. Peran guru dalam pengembangan kurikulum terwujud dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan khusus pengajaran berdasarkan tujuan-tujuan kurikulum di atasnya dan karakteristik pebelajar mata pelajaran dan karakteristik situasi kondisi sekolah.
2. Merencanakan kegiatan pembelajaranyang dapat secara efektif membantu pebelajar mencapai tujuan yang ditetapkan.
3. Menerapkan rencana/ program pembelajaran yang dirumuskan dalam situasi pembelajaran yang nyata.
4. Mengevaluasi hasil dan proses belajar pada pebelajar.
5. Mengevaluasi interaksi antara komponen-komponen kurikulum yang diimplementasikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi kurikulum. Pada sisi lain banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran itu sendiri merupakan kurikulum terapan atau kurikulum dalam kegiatan atau aksi. Hal itu berarti bahwa pembelajaran dan kurikulum saling berkaitan dan saling melengkapi serta keduanya merupakan konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Agar pengembangan kurikulum Dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam pengembangan kurikulum diperlukan landasan-landasan kurikulum seperti yang tercantum dalam kurikulum SD. Model-model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli dapat di jadikan sebagai acuan atau diterapkan sepenuhnya oleh pembuat kurikulum.
B. Saran
Guru merupakan orang yang paling mengetahui situasi dan kondisi diterapkannya suatu kurikulum serta bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar. Oleh karena itu sebagai seorang guru harus benar-benar memahami kurikulum yang sedang berlaku sehingga tidak ada kesalahpahaman arti dalam melaksanakan suatu pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
AECT. 1986. Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: PAU-UT dan CV. Rajawali.
Anastasi, Anne. 1989. Bidang-Bidang Psikologi Terapan (Terjemahan Aryatmi Siswahardjono, dkk). Jakarta: Rajawali Press.
Arikunto, Suharsimi. 1988. Penilaian Program Pendidikan. Jakarta: Debdikbud.
Arikunto, Suharsimi. 1990. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Biggs, Johns B. Dan Telfer, Ross. 1987. The Process of Learning. Sydney: Prentic-Hall of Australia Pty Ltd.
Bloom, Benjamin S.,et. Al..1961. Evaluation to Improve Learning. New York: INC; Grow-Hall Book Company.
Gredler, Margeret E. Bell. 1991. Belajar dan Membelajarkan (Penerjemah Munandir). Jakarta: PAU-UT dan CV Rajawali Press.
Bondi, Joseph dan John Wiles. 1989. Curriculum Development: A Guide to Practice. Columbus: Merrill Pulishing Company, A Bell dan Howel information Company.
Raka Joni. 1983. Wawasan Kependidikan Guru. Jakarta: Debdikbud.
Joyce, Bruce dan Marshe Well. 1980. Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, INC.
Debdikbud. 1984. Kurikulum SMA: Landasan, Program dan Pengembangan. Jakarta: Debdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar